Saturday, October 27, 2012

Kendali Pesawat “Wulung” Lewat Frekuensi

Teknologi telekomunikasi di dunia sudah menguasai banyak segi kehidupan manusia, baik teknologi sederhana yang sudah digunakan sejak awal abad lalu, hingga ke teknologi telko yang canggih saat ini. Sadar atau tidak sadar, manusia sudah banyak menggantungkan diri pada dukungan atau bantuan teknologi telekomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh paling mudah, orang lebih baik memilih ketinggalan dompet dibanding ketinggalan ponsel. Dengan ponsel orang bisa berbuat lebih banyak dibanding sekadar memiliki uang di dompetnya, karena kini ponsel bahkan bisa menempatkan diri sebagai dompet digital berjalan.


Belum lama ini BPPT, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, berhasil menguji coba pesawat terbang tanpa awak (PTTA) yang pengoperasiannya sangat mengandalkan bantuan teknologi telekomunikasi melalui pengendalian jarak jauh (remote control). Pesawat yang dinamai Wulung (elang) itu bukan yang pertama dibuat oleh BPPT karena merupakan hasil penyempurnaan sehingga sudah bisa dianggap sejajar dengan PTTA yang dibuat dan dioperasikan oleh banyak negara maju.

Israel, misalnya, mengoperasikan PTTA untuk mengintai kegiatan militan Palestina, mengirim informasinya ke kantor pusat yang kemudian digunakan untuk melakukan tindakan, misalnya mengebom target pilihan utama. PTTA memang lebih diarahkan untuk kegiatan mata-mata khususnya dengan sasaran negara tetangga, meskipun banyak juga yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Misalnya untuk melakukan penyemprotan hama atau membangun hujan buatan dengan menebar garam di awan.

PTTA bukan suatu yang aneh, sebab contohnya banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, dari mulai anak-anak hingga dewasa, misalnya mainan mobil-mobil dengan kendali jarak jauh, juga pesawat model. Hanya saja teknologi telekomunikasi yang digunakan masih kelas kacangan yang memanfaatkan frekuensi rendah, sekitar 28 MHz, sehingga radius kendalinya pun sempit, tidak sampai 500 meter.

PTTA kelas canggih tidak menggunakan teknologi remote control seperti mobil mainan tadi, karena kebutuhan yang lebih luas yang menghendaki jarak kendali yang lebih jauh, sampai ratusan kilometer. Kendali demikian namanya autonomous, yang sekaligus juga mampu mengirimkan gambar-gambar yang diambil oleh kamera yang ada di PTTA tadi, sehingga petugas pusat kendali sekaligus juga berfungsi sebagai pilot pesawat.

Tergantung kebutuhannya, PTTA bisa berbentuk pesawat kecil yang berukuran panjang tak sampai 5 meter, hingga ke pesawat yang panjang dan bentang sayapnya nyaris sama dengan pesawat ringan sekelas Cessna 172. Beda dengan Cessna yang bisa dimuati empat orang tadi, PTTA terbang tanpa orang dan pesawat diisi berbagai peralatan survai, baik untuk kepentingan damai maupun untuk kegiatan mata-mata.

Namun demikian PTTA jarang dibuat dalam ukuran besar karena tidak efisien untuk kegiatan mata-mata sebab mudah dideteksi kehadirannya, baik dari suara mesin maupun oleh pelacakan radar. Lawan yang dimata-matai pun, jika kemudian bisa mendeteksi frekuensi yang digunakan, PTTA bisa dijatuhkan atau dihancurkan.

Sama halnya dengan dua pesawat model yang menggunakan frekuensi sama, salah satu bisa jatuh dengan sendirinya. Ini karena perintah untuk naik bagi pesawat yang satu bisa ditangkap oleh pesawat model yang lain sebagai perintah untuk menukik.

Untuk kegiatan bagi kemaslahatan masyarakat, PTTA bisa digunakan untuk memantau misalnya kegiatan gunung berapi, bencana alam, juga untuk pemetaan. Makin canggih isi di dalam pesawat tanpa awak tadi, makin tinggi frekuensi yang dibutuhkan karena semua dikendalikan dengan data. Karenanya bentuk ruang kendali PTTA itu pun mirip kokpit pesawat dengan berbagai meter-meter instrumen.



sumber 



0 comments:

Post a Comment